SBY Diminta Perhatikan Musik Klasik

Rencana kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono keono Utrecht Belanda, Oktober jadi perhatian mahasiswa Indonesia di Belanda. Farman Purnama ingin perhatian pada musik klasik. Farman Purnama seorang mahasiswa konservatorium sekolah musik klasik di Utrecht menilai bahwa SBY harus bisa menghidupkan kembali minat musik klasik di masyarakat. SebDiarsip dalam: farman purnama Musik Klasik Presiden RI SBY Susilo Bambang Yudhoyono Utrecht Rencana kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Belanda, Oktober jadi perhatian mahasiswa Indonesia di Belanda. Farman Purnama ingin perhatian pada musik klasik. Farman Purnama seorang mahasiswa konservatorium sagai musikus musik klasik di Indonesia, Farman merasakan sulitnya berkarya.

Ogah Pulang

Tenor ini bisa memaklumi orang-orang yang kuliah musik klasik di Jerman dan negara lain Eropa akhirnya memilih tidak pulang dan berkarir di Eropa. Kalaupun ada yang pulang, tidak mendapat apresiasi yang semustinya. Ia mencontohkan dirigen lulusan Austria, Avip Priatna. “Padahal dia itu kan aset bangsa yang luar biasa.”

Pemerataan

Farman menyayangkan musik klasik yang dulu pernah menjadi perhatian di Indonesia sekarang sudah mulai menghilang. Nasibnya sama dengan kesenian daerah. Perhatian publik hanya kepada musik Pop dan Dangdut saja.

Ilmu Nyinden

Farman tidak memasalahkan musik Pop atau Dangdut, tapi keberatan kalau hanya itu saja. Ia menginginkan pemerataan. Musik tradisional menurutnya perlu juga dihidupkan kembali. ‘Nyinden’ pun ada tehniknya, kata Farman dan itu perlu dipelajari dengan baik dan dilestarikan. “Jangan sampai nantinya kita harus belajar ilmu bermacam gamelan dari orang asing. ” pemerataan. Musik tradisional menurutnya perlu juga dihidupkan kembali. ‘Nyinden’ pun ada tehniknya, kata Farman dan itu perlu dipelajari dengan baik dan dilestarikan. “Jangan sampai nantinya kita harus belajar ilmu bermacam gamelan dari orang asing. ”

Mengglobal

Mengglobal Pemerintah bisa memperhatikan kesenian yang tertinggal, karena seni adalah milik seluruh dunia. “Orang bule-bule juga pada belajar gamelan, dan di negaranya gamelan mendapat perhatian serius.” Jadi baginya, Indonesia perlu juga memberi perhatian musik klasik yang berasal dari Eropa. Yang menganggu tenor kelahiran Jakarta adalah perhatian publik Indonesia yang kurang luas. “Terlalu fokus pada hal-hal yang kurang penting seperti gosip artis dan infotainment. Hal-hal begitu jangan dikonsumsi. ” Departemen Penerangan Insinyur arsitektur jebolan ITB itu menilai bahwa pemerintah SBY bertugas memberikan porsi yang benar pada penayangan televisi. Bagi Farman, Departemen Penerangan dulu punya peran yang baik pula, dalam hal memberikan pengarahan pemerataan siaran menyangkut kepentingan publik. “Memang Departemen Penerangan dulu agak terlalu diktator, tapi yang sekarang ini terlalu longgar. Semustinya pemerintah memberi porsi yang merata. Jangan menyerahkan semua pada stasiun tv. Ya akhirnya kita dapat acara gosip semua. ” Ia menilai secara tidak langsung publik dibodohi dan dijauhkan dari seni klasik dan tradisional. “Makin diturutin publik makin males, enggak mau mikir dan maunya gosip saja. Makin lama makin parah.” Suka Macet Walaupun publik Indonesia masih kurang menghargai musik klasik, namun mahasiswa Conservatory (Hogeschool voor de kunsten) Utrecht itu tetap ingin kembali ke Tanah Air jika studinya selesai 2012 nanti. Dia merasa punya kaitan yang kuat dengan negara kelahirannya dan setiap hari merindukan hiruk pikuk Jakarta. “Walaupun banyak kawan-kawan Indonesia yang lebih suka di Belanda yang teratur, bersih dll, tapi saya tetap kangen dengan kemacetan dan saya akan kembali.” Justru ketika musik klasik belum mendapat perhatian yang memadai, ia merasa harus pulang untuk menyebarkan keindahannya. Cintanya pada musik klasik memang sangat besar. Ia rela mengorbankan pekerjaan mapannya sebagai arsitek demi karir di dunia musik klasik. Ia menaruh harapan semoga kunjungan SBY juga membawa sinar terang bagi perkembangan musik klasik di Indonesia. Diterbitkan : 8 September 2010 – 5:32pm | Oleh Eka Tanjung (Farman)

Sumber:Farman Purnama’s blog

Leave a comment